Terimakasih telah bertanya di media RUKUM (ruang Konsultasi Hukum) Kejaksaan Negeri Rejang Lebong.
Kami berasumsi bahwa antara Anda dengan developer (pengembang) telah menandatangani Surat Pengikatan Jual Beli (SPJB) atau yang lazimnya disebut sebagai PPJB.
Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (“PP 14/2016”) dan perubahannya. Dalam Pasal 1 angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (“PP 12/2021”) dijelaskan definisi PPJB sebagai berikut:
Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli Rumah atau satuan Rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk Rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk Rumah tunggal dan Rumah deret yang dibuat di hadapan notaris.
Pada dasarnya, rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam tahap pembangunan dapat dilakukan pemasaran oleh pelaku pembangunan melalui sistem PPJB.[1] Meski demikian, PPJB hanya dapat dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:[2]
a. status kepemilikan tanah;
b. hal yang diperjanjikan;
c. Persetujuan Bangunan Gedung (PBG);
d. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan
e. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen).
Adapun yang dimuat dalam PPJB paling sedikit memuat:[3]
a. identitas para pihak;
b. uraian objek PPJB;
c. harga Rumah dan tata cara pembayaran;
d. jaminan pelaku pembangunan;
e. hak dan kewajiban para pihak;
f. waktu serah terima bangunan;
g. pemeliharaan bangunan;
h. penggunaan bangunan;
i. pengalihan hak;
j. pembatalan dan berakhirnya PPJB; dan
k. penyelesaian sengketa
PPJB ditandatangani oleh calon pembeli dan pelaku pembangunan yang dibuat di hadapan notaris.[4] Karena merupakan perjanjian, maka pada dasarnya, berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pacta sunt servanda). Sehingga, Anda maupun pihak developer tentunya berkewajiban untuk memenuhi kesepakatan yang diatur di dalam PPJB tersebut.
Pembatalan PPJB dan Pengembalian DP
Karena secara hukum dalam PPJB harus diatur mengenai pembatalan PPJB, maka jika Anda hendak melakukan pembatalan, harus dilakukan sesuai dengan isi PPJB tersebut. Meski demikian, perihal pembatalan dan pengembalian DP, dalam PP 12/2021 telah diatur bahwa dalam hal pembatalan pembelian rumah setelah penandatanganan PPJB karena kelalaian pelaku pembangunan (developer), pembayaran yang telah diterima harus dikembalikan kepada pembeli.[5]
Namun, jika pembayaran telah dilakukan pembeli paling banyak 10% (sepuluh persen) dari harga transaksi, dan terjadi pembatalan pembelian rumah setelah penandatanganan PPJB akibat kelalaian pembeli, keseluruhan pembayaran menjadi hak pelaku pembangunan.[6] Sedangkan jika pembayaran telah dilakukan pembeli lebih dari 10% (sepuluh persen) dari harga transaksi, dan terjadi pembatalan pembelian rumah setelah penandatanganan PPJB akibat kelalaian pembeli, pelaku pembangunan berhak memotong 10% (sepuluh persen) dari harga transaksi.[7]
Menjawab pertanyaan Anda, bisa tidaknya Anda membatalkan PPJB dengan meminta pengembalian DP yang telah Anda bayarkan tergantung kepada di siapa terjadi kelalaian. Untuk menilai kelalaian tersebut, perlu diperhatikan pula ketentuan-ketentuan dalam PPJB. Jika dalam PPJB memang diatur bahwa rumah yang diperjualbelikan akan berada di kompleks perumahan yang mempunyai fasilitas dan lingkungan sedemikian rupa, dan fasilitas dan lingkungan tersebut tidak dibangun oleh pihak developer, maka dalam hal ini telah terjadi kelalaian di pihak developer dan Anda dapat membatalkan PPJB dengan meminta kembali seluruh DP yang telah Anda bayarkan.
Namun, jika ternyata di PPJB hal tersebut tidak diperjanjikan dan yang diatur hanya mengenai rumah yang diperjualbelikan dengan uraiannya, maka apabila rumah Anda telah selesai dibangun dengan spesifikasi sesuai dengan uraian pada PPJB, dalam hal ini pihak developer tidak lalai, dan jika Anda membatalkan PPJB, pihak developer berhak memotong DP yang telah Anda bayarkan sebesar 10% dari harga transaksi, mengingat Anda telah membayar uang muka sebesar 30% dari harga transaksi.
Perlindungan Konsumen
Di sisi lain, jika fasilitas dan lingkungan yang dijanjikan oleh developer tersebut tidak dicantumkan dalam PPJB, akan tetapi diiklankan pada brosur-brosur yang dikeluarkan oleh developer sebagai alat promosi atas perumahan tersebut, maka dalam hal ini hak Anda sebagai konsumen dilindungi berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) yang berbunyi:
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Jika di dalam brosur-brosur tersebut ternyata developer menjanjikan hal-hal tertentu yang melanggar larangan di atas, maka developer tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum (unlawful act), yaitu melanggar Pasal 9 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen, dan Anda selaku konsumen yang dirugikan dalam mengajukan gugatan terhadap pihak developer.[8]
Lebih lanjut, pelaku usaha (dalam hal ini developer) melanggar Pasal 9 UU Perlindungan Konsumen juga dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak sebesar Rp2 milyar.[9]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
[1] Pasal 22 ayat (3) PP 12/2021
[2] Pasal 22 ayat (5) PP 12/2021
[3] Pasal 22J PP 12/2021
[4] Pasal 22K ayat (3) PP 12/2021
[5] Pasal 22L ayat (2) PP 12/2021
[6] Pasal 22L ayat (3) PP 12/2021
[7] Pasal 22L ayat (4) PP 12/2021
[8] Pasal 46 ayat (1) huruf a UU Perlindungan Konsumen
[9] Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen